Posted by : Ryan95 Saturday, 23 May 2015



               Babad ini menceritakan tentang proses terbentuknya kota Indramayu, Jawa Barat serta raja-raja yang berpengaruh di dalamnya. Seseorang yang pertama kali berperan penting pada saat itu adalah pangeran Wiralodra. Pangeran Wiralodra adalah seseorang yang masih memiliki darah keturunan Majapahit. Wiralodra pada saat itu melakukan sebuah perjalanan tertentu untuk mencari sebuah tempat di daerah Jawa Barat. Dalam pencariannya, ia bertemu dengan seorang teman bernama Ki Tinggil.
               Banyak petunjuk yang didapat dalam perjalanannya menuju tempat tersebut, salah satunya adalah membabat hutan di Sungai Cimanuk bersama Ki Tinggil. Dalam perjalanannya, mereka bertemu dengan Ki Sidum dan Ki Gede Muara. Melalui kedua orang tersebut, mereka mendapat petunjuk dan berbagai macam pertarungan bahkan di Sungai Cimanuk.
               Setelah itu, Ki Tinggil membersihkan dan memotong semua pohon di sekeliling Sungai Cimanuk untuk membuat suatu perkumpulan peradaban disana. Karena letaknya yang sangat strategis, banyak para pendatang yang menetap di sana dan mengangkat Ki Tinggil sebagai Lurah di wilayah tersebut. Pada saat itu, kondisi sudah berbeda daripada sebelumnya. Wiralodra menjadi lurah di Bagelen dan dibantu oleh beberapa saudaranya seperti Wangsayuda, Tanujaya, Wangsanagari, dan sebagainya. Sedangkan Ki Tingil juga dibantu oleh beberapa orang seperti Bayantaka, Jayantakan, Surantaka, Wanaswara, Puspahita, dan Ki Pulana.
               Dalam proses pemerintahannya, Ki Tinggil sebagai lurah saat itu bertemu dengan seorang pendatang baru bernama Nyi Hindang. Karena beberapa kelebihan dan kecantikannya, maka ia berencana untuk menikahkan salah satu penduduknya tersebut kepada sahabatnya yaitu Wiralodra.  Namun, Nyi Hindang saat itu merupakan musuh dari Pangeran Palembang. Hal inilah yang mempersulit terjadinya proses perjodohan antara Wiralodra dengan Nyi Hindang sedikit terhambat. Kemudian, Nyi Hindang diundang dalam sebuah acara oleh Wiralodra beserta dengan saudara-saudaranya. Dalam acara tersebut, Wiralodra ingin menanyakan tentang penjelasan pertarungan dan kemenangannya melawan Pangeran Palembang. Pada saat itu, Nyi Hindang memang merupakan seorang wanita yang memiliki kesaktian yang luar biasa. Bahkan kesaktiannya hampir setara dengan beberapa raja di Jawa. Atas permintaan Wiralodra, Nyi Hindang dan saudara-saudara Wiralodra akhirnya bertarung di sebuah hutan. Pertarugan tersebut dimenangkan oleh Nyi Hindang. Setelah itu, Wiralodra bertarung dengan Nyi Hindang dan mampu mengalahkan Wiralodra.
               Setelah pertarungannya dengan Nyi Hindang, Wiralodra kembali menuju ke Cimanuk untuk melakukan aktivitasnya sebagai seorang penguasa saat itu. Ketika ia tiba di Cimanuk, banyak pasukan Pangeran Haryakuning dari Gerage yang melakukan ekspedisi untuk memeriksa wilayah tersebut. Hal ini karena ia diperintahkan oleh Sultan untuk memeriksa wilayah yang akan dijadikan sebuah negara. Oleh karena itu, Wiralodra dan Pangeran Haryakuning bertarung. Pertarungan tersebut dimenangkan oleh Wiralodra dan Haryakuning harus mengabdi kepadanya.
               Setelah itu, Wiralodra kembali kepada pasukannya. Perkampungan yang dibuat tersebut kemudian diubah menjadi negara dan diberi nama Darmayu(Indramayu) dan diadakan pesta selamatan untuk meresmikan wilayah tersebut. Pada saat itu, adik-adik Wiralodra kemudian kembali ke Bagelen. Dalam proses perjalanannya, Darmayu menjadi negara yang ramai, banyak pendatang dari Sumatra, Palembang, Bogor, dan Karawang. Darmayu saat itu menjadi wilayah persinggahan dari para pendatang berbagai wilayah. Salah satu contohnya adalah menjadi tempat persembunyian dari pasukan dari Bogor dan Karawang datang karena terdesak oleh pasukan Belanda. Oleh karena itu, mereka mempersembahkan harta kepada Wiralodra sehingga Wiralodra menjadi sangat kaya.
               Setelah Wiralodra meninggal dunia digantikan oleh Wirapati dan disebut Wiralodra II. Wiralodra II memiliki dua orang istri dan 13 putra. Nama putranya yaitu Radén Kowi, Radén Timur, Radén Sumerdi (Samerdi), Radén Wirantaka, Radén Wiratmaja, Hajeng Raksawiwangsa, Hajeng Sutamerta, Hajeng Nayawangsa, Hajeng Wiralaksan[n]a, Hajeng Hadiwangsa, Hajeng Wilastro, Hajeng Puspataruna, dan Hajeng Patranaya. Nyayu Hinten menikah dengan Werdinata, saudara Wirapati. Anaknya diberi nama Raden Wringin Hanom.
               Ketika Wiralodra II meninggal dunia digantikan oleh Raden Sawerdi (Wiralodra III). Ia mempunyai putra empat orang, yaitu Radén Benggala, Radén Benggali, Hajeng Singawijaya, dan Hajeng Raksawinata. Ketika Wiralodra III meninggal dunia Benggali menginginkan jabatan. Tetapi berdasarkan ketentuan yang menggantikan harus Benggala. Benggali mengancam sehingga proses pergantian bupati tertunda lima bulan. Keputusan dari Betawi memperkuat bahwa yang menjadi pengganti adalah Benggala (Wiralodra IV).
               Benggala (Wiralodra IV) mempunyai delapan orang anak, yaitu laki-laki Radén Lahut, Radén Ganar (Gandur), Hajeng Parwawinata, Radén Solo alias Kartawijaya, Hajeng Nahiyasta, Hajeng Gembrak, Hajeng Tayub, dan Hajeng Moka. Nyai Moka pekerjaannya mengaji, sehingga diadakan tempat pengajian untuk keluarga dalem. Kiai mau mengajarkan mengaji asal anaknya yang bernama Kartawijaya diterima di kadaleman. Kartawijaya kemudian diangkat menjadi mentri di Panjunan.
               Bupati di Panjunan digantikan oleh Raden Semangun, putra Singalodra. Banyak terjadi perampokan sehingga rakyat banyak merasa tidak tenteram. Para perampok itu berkumpul di Bantarjati dan berasal dari Biyawak Jatitujuh, Kulinyar, dan Pasiripis. Jumlahnya sekitar 700 orang, dipimpin oleh Bagus Kandar, Bagus Rangin, Surapersanda, Bagus Leja, dan Bagus Seling. Mereka bersiap menyerang Darmayu. Lalu dilakukan penyerangan. Prajurit Darmayu terkejut karena ada perampok perempuan, yaitu Ciliwidara. Ciliwidara bisa melayang di angkasa sehingga tidak bisa dikalahkan. Saat itu prajurit Darmayu dipimpin oleh Kartawijaya.
          Kartawijaya melaporkan kejadian itu kepada Hastrasuta. Kartawijaya berhasil mengalahkan Ciliwidara. Ciliwidara kemudian menghilang. Lalu Kartawijaya memerintahkan agar menjaga tempat menghilangnya Kartawijaya.
                  Pada suatu hari, ketika Wiralodra sedang berbincang dengan Hastrasuta, datang Nyi Jaya menyampaikan berita bahwa di Bantarjati sekitar seribu orang berkumpul hendak menyerang Darmayu. Karena itu pasukan dipersiapkan untuk menyerang perampok. Mereka kemudian berangkat menuju Bantarjati.
               Setelah itu, terjadi pertempuran antara pihak Bagus Rangin dan Hastrasuta. Setelah berhasil mengalahkan para perampok sehingga banyak yang tewas, Hastrasuta meninggal olehpanah Ki Serit. Perampok menyamar sehingga berhasil mendekati dan menyerang perkemahan prajurit Darmayu. Sekitar 3000 perampok yang dipimpin Bagus Rangin kemudian menyerang Darmayu. Sepanjang perjalanan mereka merampok. Di Lobener mereka mendapat perlawanan dari orang Cina sehingga banyak perampok yang melarikan diri. Surapersanda merayu orang Cina agar mereka dibiarkan, sehingga para perampok itu tiba di Darmayu.
               Pada tahun 1808 Dalem Darmayu menyampaikan surat kepada Gubernur Jendral di Betawi, isinya meminta bantuan. Dari Betawi datang pasukan yang dipimpin oleh Tuan Postur. Mereka pura-pura akan memberikan jabatan kepada para perampok. Bagus Rangin dan pasukannya mempercayainya. Pihak Belanda mengirim surat kepada Dalem Darmayu agar menangkap perampok yang saat itu sedang berada di Mayahan. Prajurit Darmayu datang dan mengalahkan para perampok. Mereka diikat dan disiksa. Sebagian berhasil ditangkap dibawa ke Betawi untuk dipenjarakan, tetapi sebagian lainnya melarikan diri.
               Gubernur Jendral dengan pasukannya kembali ke Batawi. Ia memanggil Wiralodra agar mengganti kerugian Belanda sejumlah Rp 11.030. Bupati tidak memiliki uang sebanyak itu sehingga Darmayu diserahkan kepada Belanda pada tahun 1610. Bupati meninggal dunia. Anaknya yaitu Raden Krestal (Wiralodra). Wiralodra memiliki tujuh orang anak, yaitu Radén Marngali Wirakusuma yang menjadi demang Bebersindang, Nyayu Wiradibrata, Nyayu Hempuh, Nyayu Pungsi, Nyayu Lotama, dan Hanjani.
               Bupati merasa bingung karena mertuanya menjadi perampok. Ia lalu mengirim surat ke Betawi. Tidak lama datang pasukan sehingga perampok ditangkapi.
               Singatruna kemudian diangkat menjadi wedana Jatibarang. Ia terkenal bijaksana sehingga disegani rakyatnya. Ia memiliki lima orang putra, yaitu Patimah, Nyayu Juleka, Brataleksana, Bratasentana, dan Bratasuwita. Raden Rangga memiliki dua orang anak, yaitu Raden Mardada, Raden Wiramadengda, dan Nyi Sumbaga.
               Dalam prosesnya, ia memiliki lima orang anak, yaitu Hardiwijaya, Sudirah, dan Nyai Juminah. Sedangkan Kartawijaya hanya memiliki satu orang anak, yaitu Raden Karta Kusuma. Ratu Hatma memiliki tiga orang anak, yaitu Biska, dan Kertadiprana. Kertadiprana mempunyai anak bernama Kertahudaka, Mangundria, Muhadapan, Nyayu Jenikuwu, dan Kertahatmaja.

Semoga artikel ini bermanfaat!!!!
Silahkan berkomentar jika artikel ini menarik ataupun tidak menarik.... :)

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Kumpulan Ilmu Pengetahuan - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -